Waspadai Tanda Kurung (Paranthesis) Dalam Qur’an

Ilustrasi Quran Terjemahan

“Kenapa kita menambahkan sebuah teks dalam kurung bagi ayat-ayat Allah dalam Quran? Apakah Allah membutuhkan manusia untuk menambahkan kata-kata atas FirmanNya demi menjelaskan apa yang Dia maksudkan?”

Oleh: Mustafa Akyol

Saya tengah berada di negara Malaysia yang indah, yang adalah sebuah tujuan populer bagi para turis mancanegara, untuk melakukan sesuatu yang hanya sedikit terkait dengan aktifitas turisme, yaitu untuk mendiskusikan apakah kebebasan adalah sebuah nilai Islami. Pertemuan itu diadakan oleh Institut Penang, sebuah lembaga think thank dengan pandangan-pandangan progresif, dan saya diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada para akademisi dan orang-orang awam dari beragam ras yang ada di Malaysia: Muslim Melayu, Cina, Hindu, Kristen dan lainnya.

Pidato pembukaan yang disampaikan oleh seorang politisi lokal yang sukses sangat menyenangkan untuk didengar, karena isi pidatonya juga memberi penekanan bahwa kebebasan individual adalah sebuah nilai yang harus dipegang oleh orang-orang Muslim. Ia juga tak lupa mengutip sebuah ayat Quran yang berbunyi:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama.” (Quran Sura al-Baqarah 2:256)

Namun saat saya mendengar terjemahan ayat Quran ini, yang tampaknya selalu diucapkan oleh orang-orang Muslim baik di Malaysia maupun di negara lain, saya menjadi terkesima. Ayat ini hanya semata-mata menyatakan,”tak ada paksaan untuk agama”, dan tidak ada kata dengan tanda kurung yaitu kata “memasuki” pada ayat tersebut.

Tapi mengapa? Apa perbedaan antara “tak ada paksaan dalam agama” dengan “tak ada paksaan untuk menerima/memasuki agama”?

Ada perbedaan yang luar biasa besar, karena sementara ayat aslinya mengimplikasikan bahwa seharusnya tak ada paksaan dalam Islam, tapi versi yang diedit melalui ‘tanda kurung’ membatasi bahwa satu-satunya yang diterima adalah agama Islam. Implikasinya adalah bahwa ketika anda telah menjadi seorang Muslim, anda tak lagi punya kebebasan untuk memilih.

“Pengeditan” yang dilakukan pada ayat tersebut tampaknya penting untuk membatasi proklamasi Quran mengenai kebebasan berdasarkan petunjuk pihak berwenang dalam yurisprudensi Quran, yaitu Syariah. Sebab Syariah sebagai contoh menyatakan bahwa mereka yang murtad dari Islam harus dieksekusi, disamping adanya politisasi agama yang dilakukan oleh orang-orang Muslim. Sebagaimana yang saya jelaskan dalam buku saya: “Islam without Extremes: A Muslim Case for Liberty,” tak satupun isi dari buku saya ini memiliki dasar Quran. Namun meskipun demikian, fakta ini membuat beberapa orang Muslim tidak mempertanyakan pendapat pihak yang berotoritas, melainkan mereka lebih suka “mengedit” arti Quran dengan cara menambahkan tanda kurung.

Masih ada banyak kasus-kasus ‘pengeditan’ lainnya dalam terjemahan kitab suci Islam berdasarkan post-Quranik, dan seringkali terlihat sangat janggal. Misalnya, perhatikan terjemahan berikut dalam yang terdapat dalam “The Noble Qur’an,” (bisa dilihat secara online di www.noblequran.com), dari ayat terakhir pembukaan pasal Sura Fatiha:

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai (sebagaimana orang-orang Yahudi), dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (seperti orang-orang Kristen).” (Quran Sura al-Fatiha 1:6,7)

Inilah doa seorang Muslim kepada Tuhan agar mereka tidak berada di tengah-tengah “mereka yang dimurkai, dan mereka yang telah sesat.” Ayat ini jelas tidak berbicara mengenai orang Yahudi dan orang Kristen, tetapi penerjemahnya tampaknya ingin memastikan agar orang-orang Muslim tidak menyukai para penganut ajaran monoteisme yang lain, dan karena itu ia menggunakan pengeditan dengan teknik menambahkan tanda kurung.

Dengan contoh-contoh di atas, saya tidak sedang berargumen bahwa Quran seharusnya tidak diintepretasikan, diberi catatan kaki atau bahkan diberi tanda kurung. Para pembaca yang kurang terdidik tentu saja membutuhkan bantuan seperti itu agar mereka dapat memahami konteks dari teks-teks ilahi. Tetapi, menambahkan arti ekstra ke dalam ayat-ayat sama sekali tak bisa ditolerir. Hal itu bahkan lebih tak dapat ditolerir lagi ketika dilakukan dengan mengorbankan kebebasan dan pluralisme yang dipegang oleh Quran, dan demi otoritarianisme dan kefanatikan yang dimiliki oleh orang-orang Muslim tertentu.

Catatan Admin:

Dalam Quran terjemahan bahasa Indonesia, kondisinya lebih parah, karena bukan hanya memasukkan kata “memasuki” dalam tanda kurung, tapi juga menambahkan kata “Islam” juga dalam tanda kurung, sbb:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) …” (Quran Sura al-Baqara 2:256)

Lebih gawat lagi penyelewengan Quran, pada QS 3:54. Depag menulisnya:

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”

Tanpa tanda kurung apapun!!!

Padahal yang asli seharusnya:

“Orang-orang [kafir itu] membuat tipu daya, dan Allah [tanpa tambahan “membalas”] ber- tipu daya [tanpa tambahan “mereka itu”]. Dan Allah [tanpa tambahan “sebaik-baik pembalas”] adalah penipu-daya terbesar”. •

Answering-Islam.org

Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

Comments

  • Bang kumis  On 8 May 2014 at 12:28

    ———–
    TAMBAHAN
    ———–

    [QS Ali imran(3):54]
    Allah wata’alla berkata :
    “wamakaruu
    (dan menipu)
    wamakaraallaahu
    (dan allah menipu)
    waallaahu
    khayrualmaakiriina
    (dan allah sebesar-besar penipu licik)”
    TETAPI DITERJEMAHKAN OLEH DEPAG MENJADI :
    Allah wata”ala berfirman :
    “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”

    SEBENARNYA
    bila diterjemahkan dengan benar dan jujur, maka akan TERBACA :
    Allah wata’ala berkata :
    “dan Allah menipu (mereka itu).
    Dan (Aku) Allah sebesar-besar penipu licik (Khairul Makariin).”
    ATAU INTINYA
    allah swt sesungguhnya adalah “penipu licik” dan itu merupakan gambaran watak iblis dan bukanlah gambaran watak Tuhan. Bila tuhan sesungguhnya telah berwatak sebagai penipu, apalagi yang dapat kita percaya dari tuhan seperti, jangan2 kitapun telah ditipunya.

    UNTUK DIPERHATIKAN :
    Tak ada kata asli “orang-orang kafir” didalam surah 3:54 berbahasa arab dibawah ini.
    “wamakaruu wamakaraallaahu waallaahu khayrualmaakiriina”
    jadi kalimat “orang2 kafir adalah penambahan semau gue.

    Tak ada kata asli “pembalas” dalam surah 3:54 berbahasa Arab dibawah ini.
    “wamakaruu wamakaraallaahu waallaahu khayrualmaakiriina”
    jadi kata “pembalas” adalah penambahan semau gue.

    Tak ada kata asli “sebaik-baiknya” didalam surah 3:54 berbahasa arab dibawah ini.
    “wamakaruu wamakaraallaahu waallaahu khayrualmaakiriina”
    jadi kata “sebaik-baiknya adalah penambahan semau gue.

    AKHIR ULASAN :
    Inilah bukti bahwa banyak terjemahan alkoran dalam berbagai bahasa telah dipelintir oleh cendikiawan islam untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat berefek negatif bagi pencitraan islam tetapi justru telah mendustai muslim sendiri..
    Dan saya yakin bahwa banyak muslim disini telah mengetahui atau dapat menerima penjelasan ini..
    Tetapi kefanatikan buta yang ditanamkan sedari kecil telah berakar kuat dan membuat mereka dengan rela menerima penipuan ini dan juga dengan rela menipu diri sendiri dengan secara sadar menerima terjemahan yg salah tetapi menolak penjelasan ini.
    TETAPI
    bila anda memang ingin dengan tulus menguji kebenaran agama islam yang anda yakini,
    MAKA
    sedikit uraian ini dapat anda jadikan sebagai PR, bahan kajian dan perenungan.

    KESIMPULAN :
    – allah swt menipu manusia didunia.
    – cendikiawan islam menipu umatnya.
    – umat muslim menipu dirinya.
    Dengan 3 point diatas, islam memang pantas mendapat predikat “Agama Tipu-tipu”.

    • koko  On 8 May 2014 at 15:48

      ini lagi si kumis anak kecil ikut ikut…
      dalami dulu hei kumis… pelajari dulu gramatika bahasa Arab habis itu kembali lagi ke sini. .oke ヽ(^。^)ノ

      • Bang kumis  On 9 May 2014 at 11:03

        Maksudnya,
        kalo terjemahannya
        DIJAMIN TIDAK LUNTUR,,,
        jadi harus diartikan
        LUNTUR TIDAK DIJAMIN gitu yaa..?
        Hehehehe…

    • koko  On 9 May 2014 at 15:57

      kamu boleh bodoh tapi tolong jangan keterlaluan bodoh nya dong ….. ︶︿︶

    • koko  On 9 May 2014 at 16:00

      NIMAJID KADIT RUTNUL
      benar benar bodoh bahasa Arab kamu
      wkwkwkwkwkwkwk…

    • koko  On 9 May 2014 at 16:02

      BIKIN WARKOP SAJA KAMU SAMA CEWEK CEWEK SEKSI
      wkwkwkwk….

    • koko  On 9 May 2014 at 16:03

      pelawak…

  • Bang kumis  On 11 May 2014 at 10:44

    Ayat alkoran itu harus ditafsir, dan setiap mufassir islampun berbeda tafsirannya.
    Artinya tafsiran aja bisa dipelintir sesuai basic mufassir karena tafsir bukanlah ilmu pasti, jadi tafsirannya aja masih diraba-raba apalagi terjemahannya..

    • koko  On 11 May 2014 at 14:33

      kamu sudah tahu itu? APA LAGI KAMU yang tafsir Goblok ﹋o﹋

    • yaya  On 12 May 2014 at 08:45

      Hi kumis,,
      Sudahlah
      Intinya kamu tidak percaya dengan kebesaran Allah
      Tidak percaya islam,,
      Lalu apa lagi?
      Jangan menabahnambah dosa dengn gunjingan kamu itu,, kasihanilah dirimu mis,, yg kelak akan mempertanggung jawabkan perkataan mu..
      Kalau kamu dan sekawanan kafir mu itu memang membenci islam,, yasudah,, cuku diam saja,,urus saja apa yg menjadi keyakinanmu itu,,jangan sesekali lagi menjelek”an Allah.. Kamu kan hanya manusia biasa,, kamu juga tentunya masih hidup kan?? Jadi km belum tau yg sebenarnya karna kamu sedang menikmati kekafiran mu,, NAUZUBILLAHIMINZALIK..

  • miris  On 15 October 2014 at 02:31

    Bukannya teks bahasa kuno itu emang biasanya penuh kurung2 begitu ya? Ini karena bahasa itu kan berubah, jadi kalau diterjemahkan harifiah saja artinya bisa jadi beda. Bahasa selain berubah kosa kata kan juga berubah cara orang berbicara.
    Jadi misalkan ada kalimat terjemahan harifiah “Tidak ada paksaan untuk agama”, kalimat ini adalah perkataan orang pada zaman dahulu, yg mana harus diingat cara bicaranya mungkin berbeda. Makanya untuk menyesuaikan arti perkataan jadul tsb dgn bentuk perkataan bhs Ind zaman sekarang, dikasih lah kurung2 tersebut.
    Dari mana orang bisa tahu arti sebenarnya? Biasa dari orang ahli bahasa dgn membandingkan bentuk2 bahasa dari zaman ke zaman atau dari tulisan serupa pada zaman tersebut.

    Dan kemudian tentu saja ada konteksisasi (apa ini istilahnya) juga.

    Untuk terjemahan depag itu berangkali terjemahan total, jadi udah ga pake kurung2 lagi. Apa yg menurut depag adalah arti sesungguhnya dari ayat itu, ya itu yg ditulis.

    :sotoy mode off 😀

Blog ini hanya membahas tentang ISLAM. Jika Anda berkomentar selain daripada Islam, insyaallah akan mendapat azab dari Admin yaitu DIHAPUS tanpa peringatan. Silahkan memberi komentar sesuai isi artikel. Wassalam.